Untuk malam ini tidak memungkinkan ayah untuk di makamkan. Masih banyak keluarga yang ingin mendoakan dan melihat atau bahkan mencium untuk yang terakhir kalinya datang kerumah. Malam menunjukan pukul 02.00 WIB pagi, aku benar - benar dihadapkan pada keadaan. Air mata tak Ayah sosok yang ramah dan suka humor. Ayah aku tak sanggup membendung air mata ini. Ini bukan waduk. Ayah? aku menyangimu yah! lebih dari apapun. garis besar kami memang bukan keluarga biru atau bahkan keluarga cemara. Aku bukan mengantuk, tapi mungkin lelah karena kesedihanku meraung-raung kepada Tuhan. Agar ayahku terbangun dari tidur panjangnya. Semua berduka. Entah apa yang Abeng pikirin, yang aku tau di baik. Dia nemenin aku, di samping aku terus. Sampe-sampe dia gak pulang kerumah.
Masih belum bisa percaya. Takdirnya Tuhan memaksa aku rasakan begitu sadar. Seorang ayah yang selalu menjadi teman aku kemana-mana begitupun sebaliknya sekarang harus pergi selama-lamanya. Ini bukan masalah waktu untuk melupakan, ini hanya masalah waktu untuk aku terbiasa bergelut di ladang kerinduan. Ayah dimandikan, ayah di bersihkan, ayah di kafankan, ayah di sholatkan, dan ayah di makamkan. Lubang yang tak muat untuk leha-leha itu tempat kita semua kembali. Kematian menyadarkan kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-NYA. Mulai kala itu energi positif masuk ke dalam relung jiwaku, menikmati dunia yang tak lama ini. Ayah udah gak sakit lagi :')
Ayah.. aku bakal kangen banget sama suara ayah yang gak ramah lingkungan itu yah.