Wednesday, 20 March 2013

Senja kelabu,


Sore ini kelabu, bak di terjang semacam apa, aku gak bisa ungkap. Kalo aja aku tau ini yang terakhir aku gak akan triak-triak dan cuek sm ayah :'(. Siang naik sepertiganya..masih terik matahari bermain,di kamis sore.. Ayah berdiri kala itu di pagar depan rumah,seperti menunggu, tanpa tau. Dengan batuk terkerasnya,ayah seperti lelah..amat sangat. Dengan baju itu -itu saja. Iya! ayah menyukai baju itu dengan celananya, baju belang-belang kesayangan ayah dengan celana pendeknya berwarna coklat tua. Batuk itu terasa menghantam ayah. Batuk yang mungkin rasa sakitnya dua kali lebih hebat menghantam jantungnya, ayah terlihat (sangat) lelah. Mencabik habis hati ini (baca:gue) sepotong demi sepotong.

Ibu. Wanita paruh baya yang berusia 45, adalah wanita yang di cintai ayah, seorang ayah yang penyabar dan agak mirip babe jaja ini, ternyata ayah tercintaku sedang menunggu ibu pulang (kerja), ayah seperti ingin berbincang banyak dengan wanitanya. Tapi atas batas rahasia-NYA memang tak pernah mampu diselami. Lantas ayah berbaring, merebahkan dengan nafas tenang di atas kasur lembang itu. Di atas kasur tipis dan tak muda itu ayah terbaring. Terbaring lemah seorang ayah, seorang ayah yang juga sangat mencintai keluarga penyayang anak-anak. Seorang pria yang juga begitu sangat mencintai wanitanya, ibuku. Yang menghabiskan sisa hidupnya dengan kami. Kala itu hanya ada aku dan ibu di sampingnya, dengan kami; keluarganya, seorang ayah dengan sejuta cinta, mimpi dan harapan berbaring lemah. Senja datang. Senja itu di warnai isak tangis, tangis rintih kehilangan. Ya, ayah menghembuskan nafas terakhirnya.

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan sakit yang perihnya sangat menusuk, begitu luar biasa hebatnya. Aku terus meraung kepada Tuhan. Mengiba di sela - sela malam dan saat itu aku seorang anak perempuan, telah melacurkan habis seluruh jiwaku, demi untuk memohon agar ayahnya terbangun dari tidur panjangnya. Tapi?? Ini sudah jalannya,

Aku terus memeluk tubuhnya yang aku tahu tak akan lagi terasa hangat. Aku mengucap ribuan syahadat. Mereka juga, yang datang silih berganti, berharap bisa mengantarkannya pulang seorang pria tangguh dengan tenang. Senja itu TUHAN telah MENANG. Aku benar - benar dihadapkan pada kenyataan, betapa ringkihnya sebuah kehidupan. Betapa hidup memang tak selalu sebuah pilihan. Waktu pun terasa berhenti, tak ada satupun yang bergerak, yang terasa hanya kekosongan, dan semua terlihat hitam - putih.



Selamat jalan jagoanku, selamat jalan ayah sayang. Semoga Allah mempertemukan kita semua kembali di kehidupan yang lain. Maafin Evy yang lemah dan penuh keterbatasan dalam memperjuangkan hidupmu, yah. Senja itu kau hanya berjalan lebih dulu, dan kelak ketika semuanya telah aku jalani, aku hanya ingin berlari sekencang - kencangnya, menuju pelukanmu yah. Dengan sejuta senyum yang menjura :') ... Cileungsi 20 Februari 2013.

No comments:

Post a Comment